Mengembangkan Kurikulum Sekolah ke Lingkungan Alam Sekitar

Kurikulum sekolah meliputi segala sesuatu yang mungkin diajarkan kepada siswa sekolah. Untuk mengembangkan kurikulum, guru, siswa, orang tua murid, nara sumber, dan pakar-pakar pendidikan harus dilibatkan agar mempunyai komitmen yang sama, serta saling menunjang di dalam menentukan dasar-dasar acuan kurikulum sekolah. Di dalam penentuan dasar-dasar acuan kurikulum sekolah perlu pemikiran yang komperhensif serta kehati-hatian, dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti, kematangan siswa yang akan dilayani oleh kurikulum, keadaan sosial budaya, sikap mental masyarakat, serta dasar pengetahuan yang berguna bagi pengembangan sikap mental masyarakat yang melek sains dan teknologi, termasuk tujuan dan proses belajar alami anak.
Dasar acuan kurikulum yang dibuat dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, harus terliput di dalam perencanaan kurikulum sekolah, termasuk perencanaan yang dituangkan dalam bentuk kegiatan belajar mengajar yang akan dilaksanakan oleh guru. Guru bertanggung jawab di dalam memberikan pengalaman belajar bagi anak didiknya, yang dapat membimbing mereka ke arah perubahan tingkah laku sebagai wujud pencapaian tujuan pendidikan. Guru mempunyai tugas untuk mendesain program yang dapat memfasilitasi terbentuknya pengalaman belajar yang lebih bermakna bagi anak didik, paling tidak program tersebut harus dapat memberikan kesempatan untuk terjadinya kegiatan belajar yang lebih berarti bagi anak didik.
Sudah sejak lama, para pendidik mencari arti, makna dan signifikansi dari proses belajar itu sendiri. Sampai saat ini, masih banyak orang dan juga pendidik yang belum memahami kalau proses belajar itu pada hakekatnya merupakan respon terhadap faktor-faktor stimulus yang khas bagi setiap individu. Andaikan hal tersebut sudah dipahami oleh semua orang yang berkecimpung di dalam dunia pendidikan, dan dituangkan ke dalam bentuk program pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik individu anak didik, maka kemungkinan dapat membuka jalan untuk terciptanya situasi belajar yang sesuai untuk pengembangan potensi anak didik. Sehingga, kegiatan belajar dengan sendirinya akan bisa dilaksanakan oleh anak didik.
Di dalam memilih metoda dan strategi mengajar, guru harus mempertimbangkan karakteristik populasi anak didik, agar sesuai dengan minat dan bakat mereka. Di antara faktor-faktor yang merupakan karakter populasi anak, antara lain adalah kemampuan bawaan, talenta, kapabilitas, kemampuan motorik, sikap, nilainilai, keterampilan, serta minat anak. Kesemuanya itu, merupakan aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam memilih “lingkungan” belajar yang sesuai bagi mereka.
Kegiatan belajar di dalam kelas, pada dasarnya adalah proses belajar dalam lingkungan yang sempit, dengan segala keterbatasannya, terutama yang berkaitan dengan penggunaan media dan bahan pembelajaran. Dengan kata lain, proses pembelajaran yang terbatas hanya dilakukan di dalam ruangan kelas saja, cenderung mengkebiri keterlibatan pribadi anak di dalam proses pengembangan potensi metakognitifnya. Sebenarnya, yang sangat penting untuk diperhatikan guru di dalam proses belajar mengajar, adalah bagaimana mentransformasikan siswa dari sebagai
pengobservasi pasif menjadi partisipan aktif di dalam proses pembelajaran.
Dengan membawa anak didik belajar dari situasi biasa kepada dunia nyata akan lebih menarik minat, semangat, dan perhatian mereka, dibanding dengan hanya mencari akal-akalan ceritera, ceramah atau hal-hal yang sama seperti itu. Padahal, dari sejak usia dini, anak-anak telah dibanjiri dengan stimulus-stimulus dari dunia nyata.
Anak-anak memerlukan bimbingan dan tuntunan dalam upaya membantu mereka memilih arti dan mencocokannya dengan kegiatan fungsi sosialnya. Siswa memerlukan bantuan dalam memfokuskan struktur nilai-nilai yang konsisten yang diketahuinya, dengan nilai-nilai yang terdapat di dalam kurikulum. Di sinilah peran guru sangat penting untuk selalu menciptakan kegiatan pembelajaran yang positif yang dapat mendorong pengembangan sikap, mental, intelektual dan skill yang bermakna bagi kehidupan masyarakat dan sosial secara umum.
Alam nyata seharusnya dijadikan sebagai alat bantu pelajaran, dan hal ini merupakan salah satu pelajaran tentang “kehidupan nyata”. Alam nyata itu pada dasarnya berada di lingkungan alam sekitar, seperti halaman sekolah dan tempattempat di sekitarnya, manusia sumber, lingkungan sosial, serta segala bentuk hubungan antara semua hal tadi. Dalam rangka pemenuhan pengalaman dari lingkungan alam sekitar sekolah, sebaiknya direncanakan sebaik mungkin. Dan pengalaman dapat dijadikan sebagai pelengkap tujuan yang diekspresikan di dalam dasar-dasar kurikulum sekolah. Lebih jauh lagi, pengalaman yang diperolehnya tadi dapat memberi kelengkapan pengetahuan siswa tentang situasi lingkungan yang banyak memberikan arti dalam belajar yang dilakukannya.
Sekali teknik mengajar pendekatan lingkungan alam sekitar (PLAS) dapat dilaksanakan, maka dengan sendirinya lingkungan alam sekitar sekolah dapat dijadikan sebagai peluang untuk mengarahkan aktifitas siswa dalam konten serta proses-proses yang tidak pernah ada batasnya. Bentuk kegiatan siswa, dapat bermacam-macam, mulai dari eksplorasi terbuka pada suatu daerah tertentu, sampai pada proses belajar yang diarahkan kapada obyek yang lebih bersifat khusus. Hal ini, tidak terlepas dari kenyataan, bahwa siswa pada dasarnya telah dibekali pembawaan alami untuk selalu ingin tahu dan gemar untuk melakukan eksplorasi, seperti mencari jejak di hutan, meneliti kolam, sungai dan hal-hal lain yang memungkinkan untuk dieksplorasi.

A.    Guru Sebagai Pemimpin Kegiatan di lingkungan Alam Sekitar
Banyak teknik yang digunakan oleh guru di dalam proses belajar mengajar sehari-hari di dalam kelas yang dapat diadaptasikan dan cocok untuk digunakan di dalam kegiatan belajar di lingkungan alam sekitar. Guru tidak perlu pesimis dengan keterbatasan pengetahuan yang dipunyainya, dan sudah merupakan kewajiban guru untuk terus belajar apabila pengetahuannya belum cukup.
Guru yang mampu merubah atau mengarahkan pertanyaan-pertanyaan anak kembali kepada mereka, dapat mendorong anak-anak untuk meneliti kembali masalah-masalah yang ditanyakannya, mengujinya lebih teliti lagi, serta mengumpulkan lebih banyak data. Keadaan tersebut, secara tidak langsung dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya untuk mengobservasi. Dengan kegiatan di lingkungan alam sekitar, memungkinkan bagi seorang guru untuk mengajar dengan bermacam-macam cara. Tetapi perlu diingat, bahwa kegiatan belajar yang dilaksanakan di lingkungan alam sekitar sebaiknya tidak sepenuhnya disamakan sebagai “kegiatan bertamasya ke hutan atau ke kebun binatang”. Fungsi guru dapat dikembangkan lebih jauh lagi dari hanya sebagai petunjuk jalan atau pemberi tanda jalan seperti dalam kegiatan menjelajah. Karena di dalam kegiatan tersebut, bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan jawaban yang “benar”, tetapi yang paling penting adalah guru merangsang anak didik untuk mencoba dan melatih diri di dalam proses problem solving berdasarkan fakta-fakta yang mereka temukan selama kegiatan.
Dengan kata lain, misi utama guru adalah membimbing anak belajar tentang bagaimana cara belajar (learn how to learn). Maksudnya bahwa guru mungkin akan lebih banyak berfungsi sebagai partner siswa dalam belajar, dan samasama melakukan proses belajar sebagaimana halnya anak-anak.

B.     Aktifitas belajar di Lingkungan Alam Sekitar
Di dalam bagian pertama bahasan ini, tidak terlalu banyak membicarakan tentang aktifitas belajar anak secara rinci. Dalam rangka memberikan gambaran yang lengkap dari aktifitas-aktifitas yang ada hubungannya dengan kurikulum, pada bagian berikut ini, akan dirinci beberapa pemikiran pejabaran bahan pelajaran untuk kegiatan belajar di lingkungan alam sekitar dalam bentuk konten-konten dan topiktopik yang lebih spesifik. Sehingga, diharapkan guru mengerti dan memahami caracara kegiatan belajar di lingkungan alam sekitar yang memadukan pemikiranpemikiran dari topik-topik yang selama ini telah dikotak-kotakan, ke dalam sistem pelajaran terpadu yang semuanya bisa dilakukan di dalam kegiatan belajar di lingkungan alam sekitar.

1. Mengembangkan kepekaan Alat-alat Indera.
Meter persegi (M2) field trips. Halaman sekolah atau tempat-tempat perkemahan adalah tempat yang paling baik untuk membawa anak-anak dalam melakukan kegiatan investigasi meter persegi field trip. Anak-anak disuruh untuk menemukan lokasi yang disenanginya, biasanya dengan bermacam-macam atau beberapa macam investigasi dengan ciri-ciri yang unik. Dengan menggunakan tongkat meteran atau pita meteran, guru sebaiknya memberi tanda sebuah meter persegi di atas tanah. Siswa selanjutnya diberi jangka waktu tertentu untuk mengivestigasikan atau menemukan tempat tersebut. Mereka diinstruksikan untuk mencatat segala informasi atau data yang diperoleh dari tempat tersebut, misalnya macam-macam tumbuhan yang ada (rumput, semak-semak, pohon-pohonan, bungabungaan, dsb.), macam tanah (tanah pasir, liat, lempung, dsb.), macam hewan (semut, dan serangga lainnya), bau yang tercium, warna obyek-obyek yang diobservasi, jumlah tumbuhan yang ada, jumlah dan macam binatang yang ada, dan macam batuan yang ditemukan.
Setelah siswa-siswa melakukan aktivitas dengan penemuannya, mereka mungkin bisa membuat puisi tentang meter persegi tempat mereka observasinya itu, grafik jumlah data yang dikumpulkan, atau melakukan penelitian sederhana dalam rangka mencari nama tumbuhan dan binatang yang ditemukan di dalam meter persegi itu.
Mereka mungkin menggunakan model skala tempat itu dengan menggunakan simbol - simbol untuk menunjukan penghuni tempat itu. Keterangan tentang simbol-simbol itu bisa mereka siapkan pada bagian bawah peta yang mereka buat.

2. Peran Guru Di dalam Kegiatan
Guru diperlukan untuk memperkenalkan kegiatan dan menjelaskan latar belakang anak anak mengerjakan kegiatan-kegiatan itu. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebaiknya berupa unit-unit pelajaran, hal itu bisa dihubungkan dengan konsep-konsep eksplorasi. Atau hal itu, hanya merupakan latihan untuk mengembangkan kemampuan mengobservasi, pengumpulan data, saling melengkapi informasi. Guru diperlukan untuk menentukan perubahan tingkah laku yang diharapkan, dan mendorong minat anak untuk belajar. Untuk mendorong minat anak dalam kegiatan eksplorasi habitat kecil, misal: guru dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti berikut ini: Ramalkan apa yang mungkin akan ditemukan? Apakah data hasil observasi kamu akan sama untuk setiap meter persegi yang kamu teliti? Marilah kita lihat berapa banyak perbedaan data yang dapat ditemukan dalam kelompokkelompok kita?.
Guru harus dapat memastikan bahwa setiap anak sudah dipersiapkan untuk melakukan aktifitas, misalnya sepatu, jas hujan apabila musim hujan, dan lain-lain. Semua perlengkapan yang menunjang kegiatan, harus dipersiapkan secara matang dan lengkap agar mereka sukses di dalam melakukan kegiatan.
Guru merupakan fasilitator di dalam kegiatan belajar anak-anak. Siswa adalah pelajar yang siap untuk belajar. Cara belajar yang mengajak anak kepada suatu proses penemuan sesuatu yang baru dan menyenangkan, merupakan jalan menuju kepada kesuksesan proses belajar mengajar.

a. Berburu huruf ABC.
Berburu huruf merupakan perpaduan keterampilan mengobservasi yang difokuskan kepada hal yang sudah tidak asing lagi bagi anak. Dengan keterampilan berbahasa, mengeja, dan menggunakan kata-kata, siswa mungkin bisa bekerja sendiri-sendiri atau kelompok untuk kegiatan ini. Mereka disuruh untuk menuliskan huruf-huruf alphabet pada sehelai kertas. Untuk setiap huruf, mereka disuruh untuk mencoba menemukan benda-benda dari alam yang berhubungan, dan menulis nama objeknya disebelah huruf-huruf abjad tadi misalnya:
A. .........Ayam, anjing, anoa, angsa,
B. .........Batu, botol, besi
C. .........Cacing, cecak, camar
D. .........Daun, dahan, dll
E. ..........Elang, dan lain-lain
Apabila anak memasukan benda-benda yang bukan bagian dari lingkungan, misalnya botol, itu diperbolehkan untuk digunakan di dalam diskusi berikutnya.
Diskusi sebaiknya diarahkan kepada masalah tentang “bagaimana kualitas keindahan lingkungan dipengaruhi oleh buangan sampah sisa, seperti : kaleng, plastik, dan botol”. Oleh sebab itu, meningkatkan kesensitifan terhadap lingkungan sebaiknya merupakan isu utama.

b. Lintas alam dan melatih alat indera,
Perjalanan lintas alam dalam rangka melatih kepekaan alat-alat indera bisa dilakukan dengan beberapa cara yang berbeda, dan mungkin bisa dilakukan di beberapa tempat yang berbeda pula. Dasar pemikiran dilakukannya kegiatan ini, adalah memfokuskan siswa kepada persepsi sensoris seperti : pendengaran, penglihatan, perabaan, dan penciuman (mencicipi dengan lidah tidak diperkenankan di dalam kegiatan ini). Siswa sebaiknya berdiri atau duduk, dan diam di tempat sambil ditutup ke dua matanya dengan kain atau sapu tangan, atau bisa juga anakanak disuruh untuk memejamkan matanya. Hal ini dilakukan karena “apabila salah satu indera dihalangi fungsinya akan menguatkan fungsi dan kepekaan indera lainnya”.
Kegiatan ini akan membantu anak didik untuk bisa menemukan banyaknya perbedaan suara yang dapat mereka dengar. Yang perlu diingat oleh guru, bahwa di dalam kegiatan tadi sebenarnya tidak terlalu penting untuk mengidentifikasi masing-masing suara tersebut, yang penting anak dapat membuat deskripsi umum dari suara-suara itu. Misalnya, suara kicauan burung saja sudah cukup tetapi selanjutnya anak-anak mungkin ingin mencoba untuk menyelidiki burung-burung apa yang ada di daerah itu melalui kegiatan lebih lanjut. Ide kunci dari kegiatan ini adalah anak-anak dapat mengenali bermacam-macam suara. Suara mana yang paling kamu senangi? Suara mana yang paling tidak kamu senangi? Bagaimana kamu bisa membedakan suara dan bunyi? Untuk mengetes rabaan dapat dilakukan anak-anak dengan cara berjalan dengan mata tertutup. Anak-anak dapat dibagi atas dua kelompok, setiap anak yang memakai penutup mata, dibimbing atau dituntun oleh siswa yang tidak ditutup matanya. Setiap orang dibimbing kesalah satu obyek atau tempat, untuk selanjutnya diberi waktu untuk mengeksplorasinya. Contoh, anak yang ditutup matanya dibimbing ke sebatang pohon, dan disuruh membau, meraba, dan merasakan kulit luar pohon itu. Selanjutnya, dengan hati-hati dan teliti dia disuruh untuk mencari ciri-ciri lainnya seperti, besar batang, bentuk atau macam cabang, bentuk daun, dan anak disuruh untuk menerangkan atau mendeskripsikan tentang pohon tersebut sambil melakukan kegiatan eksplorasinya.
Kata-kata seperti kasar, halus, beralur, kasap, tidak rata, mungkin yang paling sering digunakan untuk menerangkan tentang kulit pohon. Teruskan kemungkinan kesempatan untuk mengembangkan perbendaharaan kata, sambil memberi kesempatan masing-masing anak didik untuk menginterpretasikan sesuatu yang kita berikan.
Setiap anak didik harus diberi kesempatan untuk menginvestigasi. Pendekatan eksploratory dapat digunakan terhadap obyek-obyek lain seperti, batuan, daundaunan, bangunan, tumbuhan dan hewan.
Masih banyak hal lain sering kita jumpai yang dapat digunakan khusus untuk mengembangkan kepekaan alat indera melalui pembelajaran di lingkungan alam sekitar, yaitu dalam hal kepekaan penciuman. Pernahkah kamu mencoba menggunakan indera pembau (hidung) sewaktu melakukan kegiatan lintas alam? Remaslah sehelai daun, ambilah sedikit tanah dari bawah daun yang sedikit membusuk, atau belahlah biji atau buah dan ciumlah baunya. Lebih banyak indera siswa dilibatkan tatkala melakukan eksplorasi di dalam kegiatan belajar di lingkungan alam sekitar, akan lebih luas pula persepsi yang dapat dikembangkannya.

c. Apa sebenarnya yang terjadi pada masing-masing contoh kegiatan di atas?
Di dalam kegiatan belajar seperti yang dicontohkan di atas, guru pada hakekatnya berperan sebagai fasilitator yang memberikan jalan kepada anak didik untuk belajar. Di sana terlihat, anak-anak menyadari dan mengembangkan kemampuannya untuk melakukan observasi. Dengan kata lain, proses belajar mengajar sebenarnya telah terjadi di dalam kegiatan di lingkungan alam sekitar tersebut, anak-anak berperan aktif di dalam proses pencarian informasi, sehingga memungkinkan mereka untuk memperoleh pengalaman langsung dari apa-apa yang mereka pelajari.
Hampir semua bidang pengajaran yang ada di dalam kurikulum dapat sepenuhnya dilaksanakan dengan baik melalui pengalaman belajar di laboratorium lingkungan alam sekitar. Implementasi kegiatan belajar tersebut, bisa dilaksanakan di halaman dan kebun sekolah atau tempat lain seperti tempat rekreasi yang letaknya tidak terlalu jauh dari lingkungan sekolah. Dengan kegiatan-kegiatan tadi, memungkinkan anak untuk memperoleh pengalaman belajar di lingkungan alam sekitar yang sesuai dengan kurikulum. Kegiatan-kegiatan tersebut akan lebih baik kalau diatur dan diorganisasikan dengan baik. Hal ini, erat kaitannya dengan pertimbangan efektivitas, efisiensi, serta keselamatan anak didik. Rencana kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar, umumnya ditentukan oleh guru. Perencanaan tersebut termasuk alokasi waktu yang tersedia, tempat yang digunakan, serta tujuan kegiatan yang akan di uji keberhasilannya.
Di dalam kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar dapat diimplementasikan melalui kegiatan belajar terpadu untuk bidang-bidang pelajaran, seperti: IPA, Bahasa, Matematika, Seni (musik), Membaca, Menulis, IPS, Penjaskes, PMP, serta pendidikan Agama, dengan pendekatan problem solving dalam kegiatan pembelajaran tersebut.

C.    Kesempatan Baik untuk Mengajar dengan PLAS
Walaupun untuk kegiatan belajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar sudah direncanakan dengan matang, kejadian-kejadian unik dan menyenangkan sering terjadi di luar bagian kegiatan yang telah direncanakan untuk hari itu. Misalnya, ketika sedang melakukan eksplorasi ke lingkungan di dekat kolam, secara tidak sengaja anak-anak atau guru melihat sekumpulan benda hitam di air kolam tersebut. Setelah diobservasi dengan teliti, ternyata kumpulan benda hitam itu menyerupai butiran-butiran dengan berudu atau anak katak di dalamnya. Guru dengan bijaksana menyuruh salah seorang anak untuk memindahkan sebagian dari telur katak tadi ke dalam toples, supaya semua anak dapat bergantian melihatnya. Tatkala telur-telur tersebut mulai menetas, anak-anak katak (berudu) tersebut akan berusaha keluar drai lendir yang mengurungnya dan akhirnya terlepas, bebas berenang di dalam air.
Setelah menyaksikan berudu-berudu kecil, anak dapat menyaksikan fenomena alam yang menyenangkan dan menarik perhatian, waktu menetasnya berudu-berudu tersebut dari telur katak. Dengan hati-hati pula, anak disuruh untuk mengembalikan berudu-berudu itu ke dalam habitat alamnya dan mengobservasi kelakuannya di alam bebas, sebelum kembali pada kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya. Drama di tepi kolam tadi merupakan suatu “kesempatan untuk mengajar”. Walaupun hal tersebut tidak direncanakan, keadaan tadi merupakan hari istimewa dan sangat mengesankan bagi anak-anak. Kesempatan untuk mengajar, mungkin juga akan terjadi tatkala anak-anak melakukan serangkaian kegiatan problem solving, mengembangkan rasa ingin tahu tentang daerah tempat mereka belajar. Misalnya, banyak anak-anak yang menggunakan kegiatan di alam sekitar, untuk memecahkan masalah matematika. Mereka sudah tidak asing lagi dengan kata “masalah” yang banyak ditemukan di dalam buku-buku pelajaran. Tetapi, di dalam kegiatan belajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar, mereka melakukan pemecahan masalah, mereka dapat melihat ruang dan jarak secara nyata. Kegiatan-kegiata yang direncanakan oleh guru, meliputi pengukuran luas daerah tertentu, mendeterminasi keliling suatu pohon, mengukur tinggi pohon, belajar menggunakan meteran dan pita meteran untuk mengukur besarnya lingkaran pangkal pohon. Pada saat anak-anak kembali ke tempat pertemuan untuk melakukan diskusi, mereka mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan: Saya ingin mengetahui berapa meter lebar sungai tersebut? Ke arah mana air sungai itu mengalir? Berapa kecepatan air sungai itu mengalir?
Di dalam beberapa menit, anak-anak akan berhadapan dengan serangkaian masalah baru yang saling berkaitan. Guru membantu siswa dalam mengembangkan teknik pemecahan masalah yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang sungai tadi.
Sering pengalaman-pengalaman baru timbul dari inkuiri anak-anak atau dari kejadian-kejadian yang tidak direncanakan sebelumnya, menjadi sesuatu yang tidak terlupakan. Kemunculan secara tiba-tiba hewan-hewan yang jarang ditemukan, atau kejadian-kejadian lain yang asing bagi anak-anak, merupakan hal penting dari sekian banyak fenomena sebagai “kesempatan untuk belajar bagi anak”.

a. Tema kegiatan yang berkaitan dengan musim.
Banyak kegiatan belajar yang dapat di bawa ke dalam pengembangan kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dirancang berdasarkan bidang studi, proses, atau topik-topik yang berhubungan dengan kurikulum. Kegiatan belajar di lingkungan alam sekitar, bisa juga diorganisasikan berdasarkan musim (hujan dan kemarau). Pendekatan ini dapat digunakan dengan baik untuk mempelajari perubahan-perubahan di alam, dan perhatian anak-anak difokuskan kepada proses-proses terjadinya perubahan di alam tersebut.
Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan musim.
Belajar tentang musim dalam setahun :
·         Apa yang menyebabkan terjadinya musim?
·         Mengapa burung dan serangga pindah pada musim kemarau?
·         Bagaimana musim berubah? Dan mengapa terjadi perubahan musim?
·         Bagaimana binatang mempersiapkan diri untuk menghadapi perubahan musim (hujan dan Kemarau)?
Kegiatan yang perlu dilakukan:
·         Amati kelompok burung yang terbang untuk berpindah tempat! Catat data, seperti : tanggal
·         melakukan observasi, dan jumlah burung yang terbang untuk pindah tempat tersebut?
·         Catatlah temperatur udara setiap hari! Catatlah suhu terendah dan tertinggi setiap hari!
·         Catatlah waktu matahari terbit dan terbenam!
·         Lihat dan telitilah biji-bijian yang kamu temukan, klasifikasikan berdasarkan cara penyebarannya!
·         Kumpulkan jenis tumbuhan (terbatas kepada rumput yang banyak jumlahnya), kemudian keringkanlah dan tempelkan pada kertas (herbarium), catatlah nama, tempat ditemukan, tanggal pengambilan, dan nama pengumpul. Selanjutnya jadikanlah sebagai hiasan atau dekorasi di kelasmu!
·         Buatlah gambar-gambar daun dengan menggunakan daun-daun yang telah gugur!
·         Lihat dan telitilah ulat dalam membuat pembungkus pupa! Catatlah perubahan warna yang terjadi!
Setiap musim yang ada di negara kita (hujan dan kemarau) mempunyai karakteristik khusus dan kadang-kadang sangat unik. Misalnya, untuk jenis bunga tertentu seperti bunga bakung, bunga keluar tatkala musim hujan telah dekat. Musim kemarau banyak ditandai dengan bergugurannya daun pohon tertentu seperti pohon jati. Kurangnya air di musim kemarau, menyebabkan banyak daerah-daerah pertanian yang kekeringan, tumbuhan mati, tanah pertanian (sawah) belah-belah dan sebagainya. Semua kejadian yang berkaitan dengan musim di atas, dapat dijadikan sebagai topik-topik problem solving bagi anak-anak. Dengan membuka dan menjadikan hal-hal tersebut di atas sebagai topik untuk dipelajari, dapat membantu anak didik mengerti permasalahan yang sebenarnya seperti penyebabnya.
Sehingga, diharapkan kesadaran akan terbentuk pada pribadi anak untuk menghargai alam. Kegiatan semacam ini, dapat meningkatkan kesadaran anak untuk melestarikan alam dan mengagumi kebesaran penciptanya.

b. Tema difokuskan pada karakteristik tempat kegiatan
Banyak pendekatan realistik dengan menjadikan alam sekitar sebagai laboratorium belajar. Salah satunya adalah dengan mempertimbangkan masalah geologi dan biologi tempat kegiatan belajar dilaksanakan. Beberapa contoh dari kegiatan ini disarankan sebagai berikut:
1) Kegiatan yang berkaitan dengan bukit atau lembah.
Apabila keadaan geografis lokal berupa perbukitan dan lembah, bermacammacam investigasi dapat terkait kepada belajar tentang mengapa keadaan geologi seperti itu ditemukan atau bisa terjadi. Dalam keadaan seperti itu, guru membimbing anak-anak untuk memperoleh pengalaman belajar, menstimulus mereka untuk mengajukan pertanyaan tentang apa-apa yang merupakan ciri khas dari lingkungan tersebut. Hal itu akan sangat penting untuk mengetahui beberapa hal yang erat kaitannya dengan sejarah geologi tempat kegiatan investigasi dilaksanakan.
Dapatkah kamu mencari jawabannya!
·         Apa yang dimaksud dengan lapisan tanah atas? Berapa lama kira-kira waktu yang diperlukan untuk proses terbentuknya lapisan tanah atas?
·         Apa yang dimaksud dengan lapisan tanah bawah? Dari bahan apa lapisan tanah tersebut tersusun?
·         Apa yang menyebabkan terjadinya erosi?
·         Jelaskan bagaimana manusia tergantung kepada lapisan tanah atas?
·         Berapa banyak lapisan tanah atas hilang karena erosi dan oleh perbuatan manusia?

2) Kegiatan yang berkaitan dengan kehidupan hewan.
Di dalam ekosistem banyak ditemukan macam-macam hewan yang dapat diobservasi langsung atau tidak langsung (melalui tanda-tanda yang ada seperti sarang atau rumahnya). Perhatian ! jangan sampai mengganggu kehidupan alami dari hewan-hewan yang ada, menghargai kehidupan makhluk hiudp yang ada di dalam lingkungan (tempat) belajar dan sekitarnya merupakan kunci utama yang harus ditanamkan di dalam mengunjungi tempat-tempat di alam sekitar.
Kegiatan yang perlu dikerjakan :
·         Carilah macam-macam jejak atau bekas telapak kaki binatang, gambarlah bekas jejak atau telapak binatang itu dan cobalah untuk mengidentifikasi macam atau nama binatang yang meninggalkan jejak tersebut!
·         Carilah sarang atau rumah binatang seperti tikus, musang, tupai, burung dan sebagainya!
·         Cari dan perhatikanlah tanda-tanda atau ciri-ciri lain yang menunjukkan adanya kehidupan binatang, misal: bulu, kotoran, rambut, tulang dan atau suara-suara binatang!
·         Apa yang dilakukan binatang di tempat itu dalam mencari makanannya? Carilah cangkang buah/biji bekas makanan hewan dan carilah bekas galian tanah yang dilakukan oleh binatang dalam mencari makanan!
·         Buatlah daftar hewan beserta macam makanannya.
Dapatkah kamu menemukan!
·         Hewan mamalia apa yang paling banyak hidup di sekitar daerah itu?
·         Pada daerah-daerah mana binatang itu hidup? Cara apa yang dilakukan untuk mendapatkan makanannya? Bagaimana perubahan kehidupannya sepanjang tahun?
·         Bagaimana caranya agar hewan-hewan di daerah itu tetap keberadaannya?
·         Apakah ada hukum atau peraturan-peraturan pemerintah untuk melindungi hewan-hewan tersebut?
·         Di dalam hal apa hewan-hewan yang ada di daerah itu menguntungkan bagi manusia?
·         Apakah diantara hewan-hewan di tempat itu ada yang termasuk daftar spesies yang dilindungi?
3) Kegiatan yang berkaitan dengan astronomi
Kegiatan ini merupakan kegiatan menarik sehubungan dengan bintang dan planet. Anak-anak akan belajar dengan senang, karena dapat mengobservasi langit yang cerah di malam hari, pada waktu-waktu tertentu sepanjang tahun.
Kegiatan yang perlu dikerjakan:
·         Buatlah peta bintang supaya kamu bisa mengenal bintang-bintang di langit!
·         Bacalah sejarah tentang penemuan rasi bintang!
·         Buatlah gambar fase-fase bulan yang terjadi dalam satu bulan!
Dapatkah kamu menemukan:
·         Bagaimana astronomi dapat dibedakan dari astrologi?
·         Konstelasi bintang apa yang akan kamu lihat dari tempat kamu melakukan kegiatan?
·         Akankah bulan terlihat atau muncul selama kamu berada ditempat itu? Fasefase bulan apa yang akan kamu lihat?
·         Apakah bintang berekor muncul pada tahun ini? Bagaimana kamu bisa membedakan planet Venus dengan bintang?
4) Kegiatan yang berkaitan degan batuan fosil.
Batuan yang berbeda dari sifat-sifat batuan pada umumnya seperti dalam hal warna, bentuk maupun kekerasannya akan banyak ditemukan. Hal itu semua akan menarik minat anak-anak untuk mempelajarinya. Berburu fosil memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk membuka misteri tentang sejarah masa silam.
Kegiatan yang perlu dikerjakan:
·         Carilah batuan yang mempunyai sifat-sifat berbeda dari batuan-batuan pada umumnya!
·         Gunakanlah kaca pembesar untuk melihat struktur kristal yang ada di dalam batuan tersebut!

Related Posts:

IMPLIKASI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR




Praktek Pembelajaran Saat Ini
       Tulisan ini akan dimulai dengan kegiatan mengilas-balik, merefleksi, atau merenungkan kembali hal-hal yang sudah dilakukan para guru matematika SD selama bertahun-tahun di kelasnya masing-masing. Misalkan saja Anda, seorang guru SD akan membimbing para siswa SD yang sedang mempelajari topik pengurangan seperti:
Pengurangan di atas termasuk operasi pengurangan dasar, dimana bilangan yang dikurangi paling besar 18, pengurangnya merupakan bilangan yang terdiri atas satu angka dan hasilnya merupakan bilangan yang terdiri atas satu angka juga.
Pertanyaannya: Bagaimana cara Anda melaksanakan tugas tersebut? Langkah-langkah apa saja yang telah Anda lakukan agar para siswa dapat memahami topik tersebut dengan mudah? Mungkin saja yang telah Anda lakukan adalah dengan menerangkan, menceramahi, atau menjelaskan bahwa untuk menentukan hasil pengurangan seperti 12 – 9 adalah dengan melihat 12 sebagai 10 + 2, sehingga 12 – 9 = (10 + 2) – 9 = 1 + 2 = 3. Lalu bayangkan sekarang para siswa SD tersebut yang saat ini sedang bekerja di pabrik, toko, industri, bank, ataupun di tempat lainnya. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah: “Apakah yang sudah Anda lakukan selama proses pembelajaran di kelas telah sesuai dengan yang dibutuhkan mereka?”
Pada masa lalu, dan mungkin juga pada masa kini, sebagian guru SD memulai proses pembelajaran pengurangan seperti 12 – 9, 13 – 8, ataupun 13 – 5 dengan membahas contoh-contoh soal lalu meminta para siswanya untuk mengerjakan soal-soal latihan yang mirip. Pada umumnya, sebagian guru ketika mengajar matematika akan memulai proses pembelajaran suatu topik dengan membahas definisi, lalu membuktikan atau hanya mengumumkan kepada para siswa rumus-rumus yang berkait dengan topik tersebut, diikuti dengan membahas contoh-contoh soal, dan diakhiri dengan meminta para siswanya untuk mengerjakan soal-soal latihan.
Dengan pembelajaran seperti itu, para guru akan mengontrol secara penuh materi serta metode penyampaiannya. Akibatnya, proses pembelajaran matematika di kelas di saat itu lalu menjadi proses mengikuti langkah-langkah, aturan-aturan, serta contoh-contoh yang diberikan para guru. Di bidang penilaian atau evaluasi, seorang siswa dinilai telah menguasai materi matematika jika ia mampu mengingat dan mengaplikasikan aturan-aturan, langkah-langkah, serta contoh-contoh yang sudah disampaikan para gurunya. Nur (2001:9) mengakui bahwa pendidikan matematika di Indonesia pada umumnya masih berada pada pendidikan matematika konvensional yang banyak ditandai oleh ‘strukturalistik’ dan ‘mekanistik’. Di samping itu, kurikulumnya terlalu sarat dan kelasnya didominasi pelajaran yang berpusat pada guru. Seperti para guru di Indonesia, para guru di Asia Tenggara cenderung untuk menggunakan strategi pembelajaran tradisional yang dikenal dengan beberapa istilah seperti: pembelajaran terpusat pada guru (teacher centred approach), pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif (deductive teaching), ceramah (expository teaching), maupun whole class instruction (Tran Vui, 2001). Di Amerika Serikat (Smith, 1996), muncul istilah mengajar matematika dengan memberitahu (teaching mathematics by telling).
Strategi pembelajaran seperti dinyatakan di atas dapat dikatakan lebih menekankan kepada para siswa untuk mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) dan kurang atau malah tidak menekankan pentingya penalaran (reasoning), pemecahkan masalah (problem-solving), komunikasi (communication), ataupun pemahaman (understanding) seperti dituntut Kurikulum 2004. Di samping itu, dengan strategi pembelajaran seperti itu, kadar keaktifan siswa menjadi sangat rendah. Para siswa hanya menggunakan kemampuan berpikir tingkat rendah (low order thinking skills) selama proses pembelajaran berlangsung di kelas dan tidak memberi kemungkinan bagi para siswa untuk berpikir dan berpartisipasi secara penuh.
Pertanyaan yang dapat dimunculkan adalah, mana yang lebih baik bagi lulusan SD, siswa yang hanya pandai mengikuti hal-hal yang telah dicontohkan dan dilatihkan gurunya, ataukah siswa yang kreatif, siswa yang jago memecahkan masalah, dan mampu menemukan hal-hal baru di bidangnya masing-masing? Karena itulah praktek pembelajaran yang hanya melatih siswa untuk mengikuti hal-hal yang telah dicontohkan gurunya seperti yang diceriterakan di atas tadi sesungguhnya tidak sesuai dengan arah pengembangan dan inovasi pendidikan kita.

Perlunya Perubahan Strategi Pembelajaran
Pada dasarnya, tugas utama seorang guru matematika adalah membantu siswanya mendapatkan informasi, ide-ide, keterampilan-keterampilan, nilai-nilai, dan cara-cara berpikir serta cara-cara mengemukakan pendapat. Namun tugas yang paling utama dari para guru matematika di SD adalah membimbing para siswa tentang bagaimana belajar yang sesungguhnya serta bagaimana belajar memecahkan masalah sehingga hal-hal tersebut dapat digunakan di masa depan mereka, di saat mereka sudah meninggalkan bangku sekolah lalu terjun ke lapangan-lapangan kerja yang sesuai, sebagaimana dinyatakan Joyce Dkk (1992:1) berikut:
" … the most important long-term outcome of instruction may be the students' increased capabilities to learn more easily and effectively in the future, both because of the knowledge and skill they have acquired and because they have mastered learning process."
Sekali lagi, pertanyaan yang dapat diajukan adalah apakah yang sudah kita lakukan selama proses pembelajaran di kelas telah sesuai dengan yang dibutuhkan mereka? Karena tujuan jangka panjang pembelajaran matematika adalah untuk meningkatkan kemampuan para siswa agar mereka mampu mengembangkan diri mereka sendiri dan mampu memecahkan masalah yang muncul, untuk itu, di samping dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan matematis, mereka sudah seharusnya dibekali juga dengan kemampuan untuk belajar mandiri dan belajar memecahkan masalah.
Sejalan dengan munculnya teori belajar terbaru yang dikenal dengan konstruktivisme, menguatnya isu demokratisasi pendidikan, semakin canggihnya teknologi informasi dan komunikasi, semakin dibutuhkannya kemampuan memecahkan masalah dan berinvestigasi, dan semakin banyak dan cepatnya penemuan teori-teori baru, maka pendekatan seperti Pendidikan Matematika Realistik (Realistic Mathematics Education), Pembelajaran Berbasis Pemecahan Masalah (Problem Based Learning), Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning), serta Pendekatan Pembelajaran Matematika Kontekstual (Contextual Teaching & Learning) merupakan pendekatan-pendekatan yang sangat dianjurkan para pakar untuk digunakan selama proses pembelajaran di kelas-kelas di Indonesia.
Dengan strategi pembelajaran baru ini, diharapkan adanya perubahan dari:
1.   Mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding)
2.  Model ceramah ke pendekatan: discovery learning, inductive learning, atau inquiry learning.
3.     Belajar individual ke kooperatif.
4.    Positivist (behaviorist) ke konstruktivisme, yang ditandai dengan perubahan paradigma pembelajaran, dari paradigma pengetahuan dipindahkan dari otak guru ke otak siswa (knowledge transmitted) ke bentuk interaktif, investigatif, eksploratif, open ended, keterampilan proses, modeling, ataupun pemecahan masalah.
5.      Subject centred ke clearer centred (terkonstruksinya pengetahuan siswa).
Karena itulah pendekatan dan strategi pembelajaran yang dapat disarankan adalah suatu pendekatan yang didasarkan pada suatu pendapat bahwa pemahaman suatu konsep atau pengetahuan haruslah dibangun sendiri (dikonstruksi) oleh siswa.

Contoh Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme
Berikut ini adalah contoh pembelajaran pengurangan dasar bilangan seperti 13–7. Alternatif rancangan proses pembelajaran ini dapat saja disempurnakan dan disesuaikan dengan kondisi daerah dan keadaan siswa di kelas Bapak dan Ibu Guru. Langkah-langkah proses pembelajarannya adalah sebagai berikut:
1.      Pada tahap awal, Guru mengajukan masalah seperti berikut di papan tulis, di transparansi, ataupun di kertas peraga.

2.      Guru bertanya kepada para siswa, berapa kelereng yang dimiliki Ardi pada awalnya? Jawaban yang diinginkan adalah 12. Guru lalu menggambar di papan tulis, 12 buah kelereng seperti gambar di bawah ini dengan menekankan bahwa 12 bernilai 1 puluhan dan 2 satuan atau 12 = 10 + 2.

3.      Guru meminta siswanya bekerja dalam kelompok dengan menggunakan benda-benda konkret yang dimilikinya untuk menggambarkan 12 kelereng yang dimiliki Ardi.
4.      Guru bertanya kepada siswa, berapa butir kelereng yang diberikan kepada adiknya dan berapa sisa kelereng yang dimiliki Ardi sekarang? Biarkan siswa bekerja sendiri-sendiri atau bekerja di kelompoknya untuk menjawab soal tersebut.
5.      Ada dua kemungkinan jawaban siswa atau kelompok siswa, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. Pada waktu diskusi kelompok, Bapak atau Ibu Guru sebaiknya menawarkan alternatif kedua ini kepada beberapa kelompok.


6.      Guru memberi kesempatan kepada siswa atau kelompok untuk melaporkan cara mereka mendapatkan hasilnya. Diskusikan juga, yang mana dari dua cara tersebut yang lebih mudah digunakan.
7.      Guru memberi soal tambahan seperti 13–9 dan 12–8. Para siswa masih boleh menggunakan benda-benda konkret. Bagi siswa yang masih menggunakan alternatif pertama, sarankan untuk mencoba alternatif kedua dalam proses menjawab dua soal di atas.
8.      Guru memberi soal tambahan seperti 14–9 dan 13–8. Bagi siswa atau kelompok siswa yang sudah dapat menyelesaikan soal ini tanpa menggunakan benda konkret dapat mengerjakan soal-soal yang ada di buku.

Belajar Arti Konstruktivisme dari Contoh di Atas
Dari contoh proses pembelajaran pengurangan di atas dapat dikemukakan beberapa hal berikut:
1.      Peran guru sebagai fasilitator dalam membantu siswanya dapat dengan mudah melakukan operasi pengurangan dasar bilangan. Dengan cara seperti ini, pengetahuan diharapkan dapat dengan mudah terkonstruksi atau terbangun di dalam pikiran siswanya.
2.      Dengan alternatif rancangan pembelajaran seperti itu, para siswa sendirilah yang harus membangun pengetahuan bahwa 12 – 9 = 2 + 1, 13 – 9 = 3 + 1, 12 – 8 = 2 +2, 14 – 9 = 4 + 1, dan seterusnya.
3.      Para siswa juga dibimbing gurunya untuk secara demokratis menentukan pilihan-pilihan, dan secara dini belajar untuk menghargai pendapat teman lainnya meskipun berbeda dengan pendapatnya sendiri.
4.      Dengan alternatif rancangan pembelajaran seperti itu, ketika para siswa diminta menentukan hasil dari 15 – 8 misalnya, di dalam pikiran siswa akan muncul gambaran (sebagai hasil pengalaman belajar di kelasnya), kelereng sejumlah 1 puluhan dan 5 satuan yang jika diambil 8 akan menghasilkan 5 + 2 = 7.
5.      Pengalaman belajar yang dirancamg ini tidak akan berhasil jika siswa tidak atau kurang terampil menentukan hasil 10 – 9 = 1, 10 – 8 = 2, 10 – 7 = 3 dan seterusnya. Hal ini menunjukkan benarnya pendapat Ausubel, penggagas belajar bermakna (meaningful learning) yang menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip Orton (1987:34): If I had to reduce all of educational psychology to just one principle, I would say this: The most important single factor influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and teach him accordingly.” Jelaslah bahwa pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran.
6.      Proses pembelajaran ini sesungguhnya didasarkan pada suatu keyakinan dari para penganut konstruktivisme yang menyatakan bahwa suatu pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari otak seorang guru dengan begitu saja ke dalam otak siswa. Siswa sendirilah, yang dengan bantuan guru, akan dapat menemukan kembali pengetahuan yang sudah ditemukan para ahli matematika.
7.      Dengan fasilitasi dari para guru matematika sebagaimana dinyatakan para pakar pendidikan matematika, prosedur pengurangan dasar bilangan seperti 12–9 maupun 13–8 ditemukan kembali (guided re-invention) sipembelajar seperti ketika para siswa menemukan kembali rumus, konsep, ataupun prinsip seperti yang ditemukan para matematikawan.

Implikasinya pada Pembelajaran
Konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan akan terbentuk atau terbangun di dalam pikiran siswa sendiri ketika ia berupaya untuk mengorganisasikan pengalaman barunya berdasar pada kerangka kognitif yang sudah ada di dalam pikirannya, sebagaimana dinyatakan Bodner (1986:873): “… knowledge is constructed as the learner strives to organize his or her experience in terms of preexisting mental structures”. Dengan demikian, belajar matematika merupakan proses memperoleh pengetahuan yang diciptakan atau dilakukan oleh siswa sendiri melalui transformasi pengalaman individu siswa. Di samping itu, pentingnya kemampuan memecahkan masalah, terutama di saat para siswa sudah bekerja atau di saat mempelajari materi lain, akan menuntut adanya perubahan proses pembelajaran di kelas-kelas, termasuk di Sekolah dasar di seluruh Indonesia.
Berdasar penjelasan dan contoh di atas, implikasi konstruktivisme pada pembelajaran di antaranya adalah:
1.      Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak mesti diikuti dengan hasil yang bagus pada siswanya. Setiap siswa SD harus mengkonstruksi (membangun) pengetahuan matematika di dalam benaknya masingmasing berdasar pada kerangka kognitif yang sudah ada di dalam benaknya. Karenanya, hanya dengan usaha keras para siswa sendirilah para siswa akan betul-betul memahami Matematika. Setiap guru matematika SD tentunya sudah mengalami bahwa meskipun suatu materi telah dibahas dengan sejelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswanya yang belum ataupun tidak mengerti materi yang diajarkannya. Hal ini telah menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi kepada siswanya dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama sekali.
2.      Tugas setiap guru adalah memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan matematika dibangun atau dikonstruksi para siswa sendiri dan bukan ditanamkan oleh para guru. Para siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru ke dalam kerangka kognitifnya. Karenanya, pembelajaran matematika akan menjadi lebih efektif bila guru membantu siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran bermakna.
3.      Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkan dan yang dibuat para siswa untuk mendukung model – model itu. Karenanya, para guru harus mau bertanya dan mau mengamati pekerjaan siswanya. Setiap kesalahan siswa harus menjadi umpan balik dalam proses penyempurnaan rancangan proses pembelajaran berikutnya.
4.      Pada konstruktivisme, siswa perlu mengkonstruksi pemahaman mereka sendiri untuk masing-masing konsep matematika sehingga peranan guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan matematika pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-kontruksi mental yang diperlukan.
Pada akhirnya mudah-mudahan tulisan ini akan lebih menjelaskan dan dapat meyakinkan para guru, terutama guru SD, akan perlunya perubahan ini.

Daftar Pustaka
Bodner, G.M. (1986). Constructivism: A theory of knowledge. Journal of Chemical Education.
            Vol. 63(10):873-878.
Joyce, B.; Weil, M.; Showers, B (1992). Models of Teaching (4th Ed). Boston : Allyn and Bacon
Nur, M. (2001). Realistic Mathematics Education. Jakarta: Depdiknas, Proyek PPM SLTP.
Orton, A (1987). Learning Mathematics. London: Casell Educational Limited
Smith, J.P. (1996). Efficacy and teaching mathematics by telling: a challenge for reform. Journal
            for Research in Mathematics Education. Vol 27(4) pp 387- 402.
Tran Vui (2001). Practice Trends and Issues in the Teaching and Learning of Mathematics in the
            Countries. Penang: Recsam.

Related Posts: